Jumat, 17 Mei 2013

KEHAMILAN DENGAN CYTOMEGALOVIRUS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Rubella atau yang sering disebut Campak Jerman ini adalah penyakit virus akut yang menyerang baik anak-anak maupun dewasa dengan gejala umum yang meliputi bercak kemerahan pada kulit, demam serta pembesaran kelenjar getah bening (lymphadenopathy). Gejala Bercak merah yang ditimbulkan biasanya mulai dari wajah lalu menyebar ke batang tubuh. Sedangkan kelenjar getah bening yang terlibat dan membesar biasanya kelenjar getah bening yang terletak di belakang telinga (postauricular), tengkuk (suboccipital) serta leher (cervical). Dibanding anak-anak, jika virus ini menyerang orang dewasa biasanya mengalami gejala yang lebih berat. Mungkin disertai radang selaput mata (conjunctivitis), pilek yang berat (coryza) dan juga radang sendi (arthritis). Radang sendi ini lebih sering terjadi pada wanita. Namun umumnya infeksi penyakit ini biasanya tidak menunjukan gejala klinis yang berarti. Gejala yang muncul hanya seperti lemas, tidak nafsu makan, demam sedikit. Virus ini menyebar lewat hubungan yang dekat (close contact) antar individu misalnya dengan orang yang tinggal serumah. Batuk dan bersin juga dapat membantu penyebaran virus ini jika orang tersebut sudah terjangkit.
Cegah sebelum hamil. Bagi ibu-ibu yang merencanakan kehamilan ada baiknya memeriksakan diri ke ahli kesehatan berkaitan dengan penyakit ini. Tes darah yang dapat menjadi petunjuk apakah Anda sudah kebal (imun) terhadap Rubella atau tidak. Jika dahulu pernah terjangkit virus ini atau pernah divaksin yang mengandung komponen virus ini, maka tubuh akan memberi respon dengan membentuk zat antibody untuk menghabisi virus tersebut. Zat antibody ini lah yang dapat menjadi patokan apakah tubuh Anda cukup poten untuk kebal terhadap virus Rubella. Biasanya, antibody dalam tubuh Anda akan dites beberapa kali. Jika jumlah antibody Anda tetap dalam beberapa kali tes tersebut, menunjukan infeksi terjadi sudah lama terjadi dan Anda boleh bernafas lega untuk  melanjutkan ke tahap kehamilan. Namun jika terjadi perubahan, mungkin Anda masih dalam keadaan terinfeksi. Anda dianjurkan melaksanakan pengobatan dahulu sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN
KEHAMILAN DENGAN CYTOMEGALOVIRUS
2.1 Pengertian
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara antara lain tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur. transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
       30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.

2.2 Diagnosa
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain.Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian.IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup. Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :
1.      Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat
2.      Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3.       Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
2.3 Dampak terhadap kehamilan
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik. Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%.10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
1.      Hidrop non imune
2.      PJT simetrik
3.      Korioretinitis
4.      Mikrosepali
5.      Kalsifikasi serebral
6.      Hepatosplenomegali
7.      Hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala :
1.      Retardasi mental
2.      Gangguan visual
3.      Gangguan perkembangan psikomotor

Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.CMV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin sebesar 0.15% – 1%
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf pusat
            Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion


RUBELLA
2.4 Definisi
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapattanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah,demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela hanya mengancam janin
Penyakit yang juga disebabkan oleh virus yang menimbulkan demam ringan dengan ruam yang menyebar dan kadang-kadang mirip dengan campak. Rubella menjadi penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Sindroma rubella congenital terjadi pada 90% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi rubella selama trimester pertama kehamilan, resiko kecacatan ini menurun hinggga kira-kira 10-20% pada minggu ke 16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi pada usia kehamilan 20 minggu.

  2. 5   PATOGENESIS
1.      Infeksi menyebar melalui saluran pernafasan
2.      Bereplikasi awal pada epitel saluran nafas pada nodus limfatikus sehingga menyebabkan pembesaran kelenjar limfe yang disertai rasa nyeri pada orang dewasa sedangkan pada anak-anak tidak menimbulkan rasa nyeri.
3.      Masa inkubasi sekitar 7-9 hari dengan munculnya virus di serum, nasofaring dan feses. Fase viremia ini sering ditandai dengan gejala prodromal ringan dan malaise
4.      Muncul ruam makulopapular mulai hari ke-16 sampai hari ke-20.
5.      Ruam dapat menghilang dalam 12 jam atau sampai 5 hari tergantung berat ringannya. Ruam tersebut merupakan reaksi antigen antibody.

2.5  IMUNITAS
Yang berperan pada awal terjadinya infeksi adalah IgM kemudian disertai munculnya IgG, IgA, IgD dan IgE. Yang semuanya dapat ditemukan dalam serum setelah satu minggu terjangkit.

2.6  Gambaran Klinis
Biasanya menyebabkan penyakit ringan dan sebagian besar bersifat asimtomatis. Jaramg menimbulkan kematian. Gejala klinisnya adalah sebagai berikut :
1.      Ruam makopapular (95%), ruam bermula dari muka dan menyebar secara sentripethal ke dada dan perut dan dalam satu atau dua hari menyebar ke ekstremitas. Lesi diawali dengan ruam mukopapular merah muda kemudian menyatu dan akhirnya menghilang dengan cepat.
2.      Limfadenopati
3.      Demam ringan
4.      Konjungtivitis
5.      Radang tenggorokan
6.      Arthalgia
7.      Batuk pilek

2.7  Infeksi Rubella Dalam Kehamilan
1.      Transmisi infeksi paling sering terjadi pada kehamilan trimester pertama.
2.      Kelainan rubella congenital yang dilaporkan, 80% kasus terjadi pada ibu yang terpapar saat usia kehamilan 12 minggu pertama, 54% pada minggu ke-13 dan ke-14, 25% pada akhir trimester ke-2 dan 5-6 % pada trimester ke-3.
3.      Mekanisme teratogenesis virus rubella masih belum diketahui dengan jelas. Diduga sel yang terinfeksi rubella akan mengeluarkan substansi yang menghambat pertumbuhan dan replikasi sel sehingga akan terlihat bayi tumbuh dengan lambat.
4.      Faktor yang menentukan akibat infeksi virus rubella pada janin belum diketahui dengan pasti, tapi diduga berhubungan dengan :
a.    Waktu kehamilan saat terjadi infeksi maternal
b.    Jumlah virus yang menginfeksi janin
c.    Perbedaan virulensi strain
d.   Kerentanan individu yang dipengaruhi etnis atau genetic.
2.8  Komplikasi akibat virus rubella antara lain :
1.      Abortus spontan
2.      Bayi lahir mati
3.      Kelahiran premature
4.      Abnormalitas janin
Sindrom rubella congenital, dengan angka mortalitas 5-35%, 80% anak dengan rubella congenital menunjukkan adanya gangguan system saraf, penonjolan fontanella anterior, letargi iritabilitas dan abnormalitas tonus motorik. Anak dengan sindroma rubella congenital yang mencapai IQ diatas 90 hanya 39%, 37% mengalami retardasi mental, 7% autis, 3% mengalami gangguan kepribadian. Tuli sensorik dan gangguan penglihatan serta terjadinya DM pada usia muda adalah diduga sebagai gejala sisa dari sindrom ini.

2.9  Diagnosis Rubella
Criteria diagnosis laboratories infeksi virus rubella :
1.      Isolasi virus rubella. Virus ini mudah ditemukan kemudian diisolasi dari specimen nasal, darah, usapan tenggorokan, urine dan cairan serebrospinal. Diambil 6 hari sebelum sampai 6-14 hari munculnya ruam.
2.      Uji serologi untuk antibody IgM rubella positif
3.      Peningkatan titer IgG yang signifikan antara serum masa akut dan perbaikan
4.      Deteksi virus dengan RT-PCR

2.10 Pengobatan Dan Pencegahan
  1. Pemberian vaksin rubella sebelum kehamilan dan menunggu minimal 28 hari untuk hamil setelah divaksinasi
  2. Pada wanita hamil yang terpapar sebaiknya dilakukan pemeriksaan serologi
  3. Konseling tentang bahaya virus rubella pada bayi yaitu bias terjadi sindrom rubella congenital
  4. Bisa mempertimbangkan abortus terapeutik/medicinalis
  5. Pemberian immunoglobulin pada ibu hamil yang terpapar rubella tetapi menolak dilakukan abortus terapeutik.
  6. Pengobatan simtomatik karena biasanya tidak memerlukan terapi yang spesifik
  7. Observasi terus menerus pada bayi yang dilahirkan










meningokel dan ensefalokel


BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar belakang
Cacat bawaan adalah suatu kelainan atau cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini dapat akibat penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik).
Bila cacat bawaan terutama malformasi multipel disertai dengan retardasi mental dan kelainan rajah tangan (dermataoglifi) memberikan kecurigaan kelainan genetik (kromosomal). Penyakit genetik adalah penyakit yang terjadi akibat cacat bahan keturunan pada saat sebelum dan sedang terjadi pembuahan. Penyakit genetik tidak selalu akibat pewarisan dan diwariskan, dapat pula terjadi mutasi secara spontan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit infeksi dalam kandungan, pengaruh lingkungan seperti radiasi sinar radioaktif dan kekurangan/kelebihan bahan nutrisi juga dapat menyebabkan cacat bawaan.
Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh. Diantaranya meningokel dan ensefalokel.
Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan bawaan di mana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang.
Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.

1.2            TUJUAN
1.  Untuk mengetahui definisi meningokel ensefalokel
2.  Untuk mengetahui etiologi meningokel ensefalokel
3.  Untuk Mengetahui Gejala meningokel ensefalokel
4.  Menangani adanya meningokel ensefalokel
  
BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian
A.   Meningokel
Meningokel atau dikenal juga dengan sebutan spina bifida (Latin: tulang belakang terbuka) adalah sebuah jenis perkembangan kelainan bawaan. Proses kelainan ini biasanya terjadi selama empat minggu pertama kehamilan dan terdiri dari abnormal atau tidak lengkap penutupan tabung saraf (masa depan sistem saraf pusat).
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh

B.   Etiologi
Penyebab spesifik dari meningokel belum diketahui. Hal- hal berikut ini sebagai faktor penyebab
1.     kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat mengonsumsi klomifen dan asam valfroat dan hipertermia selama kehamilan Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat.
2.     Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
3.     Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.

C.   Gejala klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.   
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1.  Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2.  Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3.  Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
Gejalanya berupa:
a.     penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
b.      jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
c.      kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
d.     penurunan sensasi
e.      inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
f.       korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).Gejala pada spina bifida okulta:
g.     seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
h.     lekukan pada daerah sakrum.

D.   Diagnosis
Diagnosis meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanyadapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
E.    Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal adalah
a.   mengurangi kerusakan saraf akibat meningokel
b.  meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
c.   membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
d.  Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai terbukanya tulang belakang.

F.    Penatalaksanaan
1.  Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
2.  Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
3.  Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
4.  Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses.

2.2            Ensefalokel
A.Pengertian
Enesefalokel  adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol.
Ensephalokel adalah kelainan pada bagian oksiital. Terdapat kantong berisi cairan jaringan saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksita.
B. Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab ensefalokel diantaranya,
1.     Infeksi
2.      faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil
3.      mutasi genetik,
4.      pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.
5.     kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
6.     defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.

C. Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai denga kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

D.Diagnosis
Luasnya defek dan besarnya herniasi jaringan otak akan menentukan prognosis enchephalus. Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi bila sudah disertai herniasi. Akan tetapi lesi pada tulang kepala menjadi sulit di kenali bila terdapat oligohidramnion.

E. Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil ada baiknya mempersiapkan jauh – jauh diri misalnya makan makanan yang bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat, menjaga kebersihan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi salah satunya adalah Ensephalokel. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi

F.  Penatalaksanaan
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1.  Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril setelah lahir.
2.  Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat berbahaya. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol kedalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasil yang terjadi :
a.   Sebelum operasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
b.  Jika kantong Bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup untuk mencegah infeksi.
c.   Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi , dan ahli urologi, terutama pada tindakn pembedahan.
d.  Melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
3.  Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik dan kolaborasi.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Meningokel dan ensephalokel merupakan kelainan bawaan dimana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang. Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran.
Meningokel Biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
Ensefalokel Biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi

3.2  Saran
Dalam mempelajari asuhan neonates, seorang calon bidan diharapkan mengetahui  kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga mampu memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.
Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan kekurangan yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah,Yeyeh dkk. 2010. Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta: CV Trans Info Media
Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:  Salemba Medika
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:   Fitramaya
Nanny Vivian.2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:Salemba   Medika.